Penanganan Stanting, Dinkes Kutim Lakukan Trobosan Ini

Penanganan Stanting, Dinkes Kutim Lakukan Trobosan Ini
Penanganan Stanting, Dinkes Kutim Lakukan Trobosan Ini

Lensakaltim.com (Kutim) – Sejalan dengan Pemerintah pusat terkait dengan percepatan pencegahan stunting, pemerintah Kutai Timur (Kutim) melalui Dinas Kesehatan, terus berupaya melakukan sejumlah terobosan.

Dalam keteranganya dihadapan sejumlah awak media, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kutim, Bahrani mengatakan, bahwa pihaknya terus melakukan evaluasi serta memperbaiki penggunaan anggaran penanganan stunting dalam tubuh Dinkes Kutim.

dr. Bahrani mengatakan, pihaknya akan melakukan sejumlah perubahan terhadap cara kerja dan sistem penggunaan anggaran stunting agar lebih menyasar pada anak-anak serta masyarakat.

“Saya akan mengarahkan kebijakan berupaya program-program penanganan stunting ini nyampe kepada masyarakat, jangan kita banyak rapat-rapat tapi program tidak menyentuh anak-anak,” ungkap dr. Bahrani.

Penanganan Stanting, Dinkes Kutim Lakukan Trobosan Ini

Dalam upaya melakukan perubahan ini Bahrani mengungkapkan hal ini menjadi orientasi baru, dengan melakukan pembaharuan dan evaluasi kerja di semua instansi di bawah naungan Dinkes Kutim, mulai dari staff, RS milik daerah, puskesmas, pustu hingga posyandu.

Upaya harus dilakukan untuk mengejar ketertinggalan penurunan angka stunting Nasional 14 persen atau hingga 12,83 persen target Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).

“Pemenuhan target juga wajib segera kita lakukan karena provinsi target kemarin 12,83 persen, ini menjadi pekerjaan rumah (PR) besar kita menuju tahun 2024,” pungkas dr. Bahrani.

Sebagaii informasi, belum lama ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku kecewa terhadap alokasi dan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan daerah (APBD) untuk pengentasan stunting yang tidak tepat sasaran.

Padahal telah dijelaskan Kementrian Keuangan Indonesia bahwa prioritas utama atau sasaran dari program pencegahan stunting adalah Ibu hamil dan anak-anak usia 0-2 tahun atau rumah tangga dengan seribu hari pertama kelahiran (1.000 HPK).

Pemantauan kesehatan dan kecukupan gizi ini harus terus dilakukan sampai anak minimal memasuki usia dua tahun, usia lima tahun bahkan sampai dengan menginjak usia remaja.

Namun Program tersebut tidak berjalan dengan mulus, sehingga President Joko Widodo, mengaku bahwa anggaran penanganan stunting seharusnya lebih banyak dialokasikan untuk pembelian telur, susu, ikan, daging, sayuran, dan lainnya namun dalam pelaksanaannya, banyak anggaran terbuang untuk kegiatan rapat. (adv/im/lk01)

Pos terkait