Lensakaltim.com (Kutim) – Hari jantung sedunia dijadikan momen Ikatan Dokter Indonesia (IDI) cabang Kutai Timur bersama Persatuan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (Perki) cabang Samarinda, menggelar sosialisasi dan pelatihan Basic Life Support bagi pelajar, khususnya yang tergabung dalam Palang Merah Remaja (PMR) SMP Negeri 2 Sangatta Utara, Jumat (17/10/2025) pagi.
dr. Fathurrahman, selaku ketua IDI cabang Kutim menyebutkan bahwa pengetahuan tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD), merupakan keterampilan yang sangat penting untuk dimiliki oleh pelajar sejak usia dini. BHD bukan sekadar pengetahuan medis, tetapi juga bentuk kepedulian sosial dan kemanusiaan yang dapat menyelamatkan nyawa seseorang dalam keadaan gawat darurat, seperti henti jantung atau tidak sadarkan diri.
“Tentunya memahami langkah-langkah dasar seperti mengenali tanda-tanda bahaya, melakukan kompresi dada, dan meminta pertolongan medis dengan cepat, pelajar dapat menjadi penolong pertama sebelum tenaga medis tiba,” terang dr. Fathurrahman.
Di lingkungan sekolah, kata dr. Fathurrahman, merupakan keahlian sangat relevan karena risiko kecelakaan, pingsan, atau serangan jantung mendadak dapat terjadi kapan saja dan pada siapa saja.
Jika dibandingkan dengan negara maju seperti Finlandia, Jepang, dan Amerika Serikat, pelatihan BHD sudah menjadi bagian dari kurikulum pendidikan sejak tingkat sekolah dasar atau menengah. Di negara-negara tersebut, siswa dibekali keterampilan praktis melalui simulasi langsung menggunakan manekin dan alat bantu, serta didorong untuk memiliki tanggung jawab sosial dalam menolong sesama.
“Kita bisa lihat hasilnya, tingkat kesiapsiagaan masyarakat terhadap keadaan darurat jauh lebih tinggi, dan angka kelangsungan hidup korban henti jantung meningkat signifikan karena penanganan awal yang cepat dan tepat,” paparnya.
Sementara untuk Indonesia, kesadaran dan pelatihan BHD di kalangan pelajar masih terbatas dan sering kali hanya dilakukan dalam kegiatan ekstrakurikuler tertentu seperti Palang Merah Remaja (PMR) atau Pramuka. Padahal, menjadikan BHD sebagai bagian dari pendidikan karakter akan memberikan manfaat jangka panjang bagi pembentukan generasi muda yang tanggap, peduli, dan berani bertindak dalam situasi darurat.
“Memperluas edukasi dan pelatihan BHD di sekolah-sekolah yang ada dii Indonesia dapat menciptakan budaya siap siaga yang tidak hanya menyelamatkan nyawa, tetapi juga memperkuat solidaritas dan empati di tengah masyarakat,” imbuhnya.
Sementara itu dr. Farid Hidayat, Sp. jantung dalam pemaparannya menguraikan langkah-langkah yang harus dilakukan bila menemukan kasus kegawatdaruratan misalnya menemukan pasien yang tidak sadar. Menurutnya langkah pertama adalah memastikan kondisi aman, mengecek respon penderita dengan memanggil nama dan menepuk bahu sambil secara simultan meminta bantuan.
“Bila tak berespon makan dilanjutkan dengan mengecek denyut nadi karotis sambil melihat pergerakan dada. Bila nadi tak teraba maka penderita mengalami henti jantung dan harus segera dilanjutkan dengan kompresi dinding dada yang dalam dunia medis dikenal sebagai resusitasi jantung paru dengan frekuensi 100-120x/menit. Bila terdapat penolong lain bisa dilakukan pemberian bantuan napas buatan dengan perbandingan 30 kompresi dilanjutkan dengan 2 kali napas buatan,” ungkap dr. Farid.
Sebagai informasi, pelatihan Basic Life Support dengan mengusung tema be smart, be Quick, be lifesaver, dibuka secara resmi oleh Ismail, kepala sekolah SMP Negeri 2 Sangatta Utara. Tidak hanya menerima materi dari para narasumber namun para peserta pelatihan, juga melakukan simulasi pemberian bantuan hidup dasar dan praktek langsung pada manekin. (*/ao)