Lensakaltim.com (Kutim) – Konflik dualisme dalam tubuh Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kutai Timur (Kutim) ternyata bukan sekadar perselisihan kepentingan, tetapi berakar dari dinamika organisasi yang terhambat pandemi dan tarik-menarik pasca pilkada.
Hal itu diungkapkan oleh mantan Sekertaris KNPI Kutim, Alex Bhajo, yang turut terlibat dalam proses panjang organisasi tersebut. Ia menyebutkan, dualisme KNPI tidak hanya terjadi di tingkat kabupaten, tetapi juga di tingkat provinsi bahkan pusat.
“Kalau KNPI dualisme itu bukan karena apa-apa ya. Secara struktur organisasi juga, KNPI di Jakarta juga tujuh. Di Kalimantan Timur juga tujuh. Itu fakta organisasi yang terjadi,” kata Alex saat dikonfirmasi melalui telepon WhatsApp belum lama ini.
Menurutnya, akar persoalan bermula pada masa kepemimpinan Munir, yang ingin melaksanakan Musda (Musyawarah Daerah) pada periode kedua. Namun niatan itu terkendala pandemi COVID-19 yang melanda pada 2019 hingga 2020.
“Tahun 2020, kita dihadapkan dengan pilkada juga. KNPI ini sebenarnya masih berjalan dengan baik. Saya bahkan yang memimpin sidang naiknya Arief Rahman Hakim menjadi Ketua KNPI Kalimantan Timur,” terangnya.
Saat Munir ingin menggelar Musda dan mengajukan surat permohonan perpanjangan SK kepada Ketua DPD KNPI Kaltim, Arief Rahman Hakim, respons yang diharapkan tidak kunjung datang.
“SK tidak diberikan, malah dilakukan langkah organisasi yang menurut saya tidak benar. Lewat forum Rapimda langsung saja dibentuk panitia Musda dan diambil alih sepihak oleh saudara Arief Rahman Hakim. Hasilnya, Felly Lung jadi ketua KNPI Kutim,” kata Alex.
Ketidak libatan Munir sebagai ketua aktif dalam proses Musda tersebut memicu perlawanan balik. Munir kemudian mengajukan SK perpanjangan kepada KNPI versi Tito, yang kala itu dipimpin Lukas Himuq. Proses ini pun melahirkan Musda tandingan di Kantor DPD KNPI.
“Kenapa terjadinya Musda lagi? Karena Musda di Bukit Pelangi saat itu tidak melibatkan Munir. Kami sudah minta, kami sebagai pelaksana ingin melaksanakan dengan baik-baik, tapi tetap tidak dihiraukan,” tambahnya.
Menurut Alex, konflik itu tidak bisa dilepaskan dari aroma politik pasca pilkada. “Kalau dibilang enggak, kenyataannya memang begitu. Enggak bisa dipungkiri,” tegasnya.
Kini, dualisme kepemimpinan antara Lukas Himuq dan Felly Lung terus membayangi KNPI Kutim. Situasi ini telah berlangsung sejak 2020 dan belum menemui titik terang hingga saat ini.(*)